Perjalanan Desa Jati Kulon dalam Mengelola 6 Ton Sampah Setiap Hari

Di balik aktivitas harian warga Desa Jati Kulon di Kabupaten Kudus, ada sebuah proses sunyi yang tak kalah penting: bagaimana mereka bergulat setiap hari dengan enam ton sampah yang dihasilkan dari rumah tangga dan aktivitas ekonomi lokal.

Desa Jati Kulon mendapat insinerator dari hibah oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) sejak April 2025. Adanya insinerator membuka harapan baru akan sistem pengelolaan sampah yang lebih cepat dan efisien. Namun kenyataannya, memiliki alat bukan berarti masalah sampah selesai.

“Sebelum didampingi Perkumpulan Desa Lestari, pekerja kami hanya mampu membakar 960 kilogram sampah residu nonorganik dengan insinerator dan memilah 300 kilogram sampah organik per hari. Sementara volume sampah yang masuk ke TPS mencapai enam ton. Sisanya tetap harus kami buang ke Tempat Pembuangan Akhir,” cerita Imam Prayitno, Direktur BUMDes Jati Kulon.

Perkumpulan Desa Lestari memberikan pendampingan pengelolaan sampah secara holistik dari hulu hingga ke hilir secara intensif selama tiga bulan terakhir. Edukasi pemilahan sampah di tingkat produsen atau penghasil sampah menyasar rumah tangga warga desa dilakukan di tingkat hulu. Kemudian menata prosedur dan alur pengangkutan sampah di tingkat tengah. Optimalisasi kinerja operasionalisasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) termasuk penggunaan mesin insinerator dilakukan di tingkat hilir.

Saat ini sampah yang masuk ke TPS setiap harinya bisa diproses tuntas tanpa menumpuk. “Dulu TPS masih penuh dengan sampah setiap hari.  Kini sampah harian yang masuk ke TPS selesai diproses dan setiap sore kondisi TPS selalu bersih dan rapi.” tambah Imam.

Dampak Nyata di Lapangan

Jika sebelumnya semua sampah yang dibuang mencapai 16-18 kali pembuangan perminggu atau 70 kali pembuangan dalam sebulan dengan armada dumptruck ke TPA, kini BUMDes Jati Kulon hanya membuang sampah residu ke TPA satu kali dalam seminggu atau 4-5 kali dalam sebulan. Artinya, operasionalisasi TPS dengan dukungan dan optimalisasi teknologi mesin insinerator berhasil mengurangi 94% pembuangan sampah ke TPA.

Komposisi sampah yang masuk ke TPS setiap hari sebanyak enam ton terdiri dari sampah organik sebanyak 48 persen, nonorganik 46 persen, residu 2 persen, dan sampah bernilai ekonomis (high value) 4 persen. Sampah organik telah mampu dipilah sebanyak 42 persen dan diambil oleh BLDF untuk diolah lebih lanjut. Sampah non organik selesai diproses dengan insinerator. Sampah high value terpilah dan dijual langsung. Sedangkan sampah residu dan sebagian sampah organik yang masih belum mampu diproses masih dibuang ke TPA.

Bergerak Bersama: Mahasiswa dan Inovasi Lokal

Pendampingan pengelolaan sampah tak hanya di TPS melainkan juga di tingkat hulu yang perlu terus dilakukan. Pendampingan pengelolaan turut melibatkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Muria Kudus (UMK) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Kudus yang berkolaborasi untuk memberikan edukasi pengurangan, pemilahan, dan pemanfaatan sampah seperti mengembangkan inovasi produk berbasis sampah, seperti kompos, briket, dan kerajinan daur ulang.

Harapannya inisiatif ini bisa membuka jalan baru bagi pengelolaan sampah yang bukan hanya soal mengurangi limbah, tetapi juga membuka ruang ekonomi baru bagi warga—terutama pemuda dan perempuan.

Perjalanan Desa Jati Kulon menjadi cermin bahwa perubahan bisa dimulai di tingkat tapak, selama ada kolaborasi yang tulus dan pendampingan yang tepat. Perkumpulan Desa Lestari percaya bahwa setiap desa punya potensi untuk mengelola lingkungannya sendiri dengan cara yang adil, partisipatif, dan berkelanjutan. (LS)