Sulawesi Tenggara (12/3) – Peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan pengawas kinerja kepala desa ternyata masih sekadar harapan, terutama di daerah yang jauh dari akses kekuasaan seperti BPD di 16 desa wilayah Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, maupun Buton Utara Propinsi Sulawesi Tenggara.
Posisi BPD sebagai lembaga yang strategis di desa seakan tidak terjawab. Pada Pelatihan Penguatan Kapasitas BPD dalam Program Pembangunan Desa yang diselenggarakan IDRAP pada 5-9 Maret 2016, masih banyak kebingungan dari sebagian besar peserta mengenai peran dan fungsi BPD di desa; penyusunan program dan anggaran untuk BPD; hak inisiasi dalam menyusun peraturan desa beserta tahapannya; dan bagaimana cara BPD mengawasi kinerja kepala desa. Bahkan sebanyak 27 anggota BPD yang menjadi peserta pelatihan masih banyak yang belum tahu kewenangannya mengesahkan rancangan peraturan desa (Raperdes).
Pelatihan yang diselenggarakan selama lima hari difasilitasi Sri Purwani dari Yayasan Penabulu, dengan penyampaian materi secara klasikal dan praktik penyusunan draft Raperdes. Sri menitikberatkan penyusunan raperdes, mengingat salah satu kewenangan BPD adalah menyusun dan mengawasi jalannya pemerintah desa. Selain metode klasikal, peserta pelatihan juga dipandu melakukan kunjungan lapang ke Desa Andinete, Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan. Hasil kunjungan ke Desa Andinete menjadi bahan diskusi dan pembuatan perencanaan berdasar skala prioritas sebagai bagian dari proses penyusunan RPJMDes.
Menutup proses pelatihan, peserta menyusun rencana tindak lanjut yang konkret untuk dilakukan di desa masing-masing. “Rupanya selama ini kami tidak sadar kalau BPD itu lembaga yang keberadaannya penting sekali di Desa,” ungkap salah satu peserta sesaat setelah pelatihan ditutup. (SP)