Air bersih adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia. Di perdesaan, umumnya air bersih berasal dari air tanah atau air permukaan dari pegunungan. Pengelolaan air bersih di desa ada yang dikelola oleh paguyuban atau melalui lembaga resmi seperti Badan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM) yang dibentuk bersamaan dengan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Mekanisme penyaluran melalui pipa dan meteran adalah cara umum dalam sistem penyediaan air bersih ini. Namun kini pelayanan air bersih di Desa Berugenjang memiliki cara tersendiri. Kearifan lokal adalah dasar kebijakan penerapan pelayanan yang digunakan.
Desa Berugenjang adalah sebuah desa yang terletak di bagian selatan Kabupaten Kudus dengan luas 226.775 Ha yang memiliki tantangan besar dalam pengadaan air bersih bagi kehidupan masyarakat. Menurut informasi dari warga, dengan lahan yang didominasi oleh persawahan kandungan air tanah di Desa Berugenjang cenderung payau. Hanya di beberapa titik dan kedalaman tertentu di desa ini bisa diperoleh air tawar. Sebelum tahun 2014, krisis air bersih melanda desa dan banyak warga yang terpaksa membuang air besar di saluran air atau di persawahan. Pada tahun 2014, desa mengikuti program PAMSIMAS yang didukung APBD Kabupaten Kudus. Program ini menyediakan instalasi dan bangunan sumur air bersih. Meskipun air bersih bisa diperoleh, air tersebut belum layak diminum oleh masyarakat tetapi hanya bisa digunakan untuk keperluan sanitasi.
Pada tahun 2021 BUMDes Ngudi Rahayu Desa Berugenjang berdiri dengan tujuan untuk mengelola usaha penyediaan air bersih dengan fasilitas dari PAMSIMAS. Awalnya, struktur pengurus BUMDes tercatat lengkap. Setelah operasional berjalan, pengurus yang aktif hanya sekretaris dan pengawas serta Kiswo selaku kepala desa yang berfungsi sebagai penasehat. Di tahun pertama, BUMDes memperoleh keuntungan. BUMDes menggunakan sistem meteran air untuk menghitung penggunaan air di rumah pelanggan.
Pada tahun berikutnya meteran air di rumah pelanggan banyak yang rusak. BUMDes tidak bisa memperoleh bukti bahwa hal itu disebabkan kelalaian atau kesengajaan. Pelanggan meminta sistem penghitungan khusus yaitu dengan biaya retribusi per rumah sebesar Rp25.000,00 per rumah. Sistem penghitungan ini sempat berjalan hingga pertengahan tahun 2022. Melalui musyawarah desa, atas permintaan warga sistem ini diubah kembali menjadi hitungan retribusi per kepala dalam satu rumah, tanpa abonemen. Sayangnya, informasi jumlah kepala di setiap rumah tidak akurat dan pelanggan bisa memakai air tanpa batas. Karena hal itu, usaha ini tidak lagi memberikan keuntungan bagi BUMDes. Justru sebaliknya, BUMDes mulai mengalami kerugian.
Di tahun 2024 BUMDes memiliki sumur dan pompa di 3 titik, pelanggan air bersih sebanyak 1.400 orang dengan biaya pemasangan awal sebesar Rp250.000,00. Beberapa kali pengurus BUMDes mengusulkan kenaikan tarif agar usaha BUMDes tidak merugi tetapi warga tidak menyetujuinya. Sehingga, hingga pertengahan tahun 2024 kerugian BUMDes semakin besar. Pengurus pun menalangi biaya operasional usaha hingga jutaan rupiah hanya demi kelangsungan ketersediaan air bersih bagi pelanggan di desa.
Proses tersebut ini berlangsung hingga ada pelatihan dan pendampingan revitalisasi BUMDes yang diadakan oleh PT Djarum dengan implementator Perkumpulan Desa Lestari dan Lokadata. Kiswo pun memutuskan agar Desa Berugenjang diikutsertakan dalam pelatihan dan pendampingan tersebut dengan tujuan menyehatkan usaha serta kelembagaan BUMDes. Kepala Desa juga menginginkan adanya analisis kelayakan usaha untuk rencana usaha baru yang akan dikelola BUMDes.
Selama bulan Maret hingga Agustus 2023, Perkumpulan Desa Lestari memberikan pelatihan dan pendampingan hingga digelar musdes revitalisasi BUMDes. Hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan oleh pendamping dan pengurus BUMDes memberikan dua pilihan solusi yaitu kembali ke penggunaan meteran atau menaikkan tarif retribusi per kepala. Proses revitalisasi juga merekomendasikan kebutuhan restrukturisasi pengurus BUMDes serta dukungan ketegasan dari pemerintah desa sebagai solusi efektif.
Ketua BPD, Karsono, memberikan arahan dalam proses ini. “Desa Berugenjang adalah sebuah desa kecil yang warganya hampir semua punya hubungan kekerabatan. Oleh karena itu, di Desa Berugenjang akan lebih mudah menerapkan aturan yang sifatnya kearifan lokal selama tidak berbenturan dengan regulasi,” ucap Karsono. Menurutnya, akan lebih baik jika manajemen bisnis BUMDes tetapi dipadukan dengan konsep kearifan lokal Desa Berugejang.
Dalam Musdes Revitalisasi BUMDes, masyarakat diberikan pilihan mengikuti usulan aturan baru dari kepala desa atau usaha penyediaan air bersih oleh BUMDes sementara dinonaktifkan. Pendamping memberikan paparan tambahan kepada peserta musdes mengenai pentingnya mendukung BUMDes demi kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa. Karena penyediaan alat meteran baru belum bisa dilakukan hingga APBDes mencukupi, solusi diprioritaskan pada kenaikan tarif retribusi air. Melalui diskusi panjang, akhirnya peserta musdes menyetujui usulan perubahan tarif retribusi air bersih dan usulan restrukturisasi pengurus BUMDes. Kenaikan tarif retribusi air bersih pun diperkuat dengan SK Kepala Desa.
Selain revitalisasi usaha, manajemen BUMDes Ngudi Rahayu kini juga lebih tertib melalui mekanisme penerapan SOP kerja dan akuntansi keuangan BUMDes berbasis aplikasi. “Saya optimis usaha bisa stabil dan berkembang asalkan pemerintah desa dan masyarakat terus mendukung BUMDes.” tutup Rinang yang kini menjadi Direktur BUMDes yang baru. (LSY)