Gunungkidul (17/2) – Salah satu keberhasilan kelembagaan Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah kemampuan lembaganya untuk memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan ekonomi anggotanya dan manfaat lanjutan bagi masyarakat desa. K
eberadaan organisasi petani ditingkat Dusun dan Desa ini merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya mensejahterakan anggotanya yang tidak lain adalah petani itu sendiri. Strategi berbasis kebersamaan dan gotong royong seperti membentuk koperasi petani dan usaha kecil yang targetnya adalah perempuan juga dapat digunakan dalam membagun kelembagaan petani perempuan dalam pembangunan pertanian. Kerja kelompok dan kegiatan bersama merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya yang memungkinkan mencapai hasil akhir yang positif dalam bidang sosial maupun ekonomi.
Untuk mewujudkan perbaikan sosial dan ekonomi, KWT dan Gapoktan Desa Ponjong bersama Yayasan Penabulu dan Saemaul Globalization Foundation (SGF) Indonesia Office mengadakan Pelatihan dan Penguatan Organisasi KWT dan Gapoktan pada 11-12 Februari lalu. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan dalam proses perencanaan program Gapoktan dan KWT serta sinkronisasi skala prioritas kebutuhan poktan maupun KWT Dusun. Harapan dari pelatihan selama dua hari tersebut dapat meningkatkan pemahaman Gapoktan dan KWT dalam pengembangan kemandirian desa dari sisi pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pengawasan program pembangunan desa.
Menjadi organisasi petani yang berdaya agar menjadikan masyarakat petani di Desa Ponjong yang maju dan sejahtera adalah impian Pengurus KWT, Poktan, dan Gapoktan Desa. Namun kenyataaNnya beberapa Kelompok Wanita Tani dan Kelompok Tani yang tersebar di 11 Pedukuhan masih belum aktif berkegiatan. Selama ini keberadaan lembaga sudah ada tetapi belum menghasilkan karya nyata. Hal ini terungkap saat diskusi yang difasilitasi oleh Sri Purwani. Sri mengajak para peserta pelatihan untuk memotret kondisi kelembagaan KWT, Poktan, dan Gapoktan Desa Ponjong dengan memimpikan kondisi ideal kelembagaan mereka untuk 5 sampai 10 tahun mendatang. Dari sini kemudian para peserta menyadari peran dan fungsinya sebagai lembaga petani yang akan memperjuangkan kesejahteraan anggotanya.
Mardiyah, pegiat KWT dari Pedukuhan Serut, mengatakan pelatihan ini mengajak pengurus Poktan mengubah pola pikir petani agar mau meningkatkan usaha taninya dan meningkatkan kemampuan poktan dalam melaksanakan fungsinya. Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok.
Mardiyah juga mengungkapkan KWT akan memberikan kesempatan untuk mengumpulkan perempuan-perempuan Dusun untuk masuk dan aktif ke dalam kelompok dengan mengawali mengaktifkan pertemuan rutin. “KWT kami belum aktif mengadakan pertemuan rutin. Setelah pelatihan ini kami akan mengaktifkan dan mengajak perempuan-perempuan di Pedukuhan kami untuk aktif berkelompok, ya seperti membangunkan orang tidur,” katanya di sela-sela pelatihan.
Hal senada juga disampaikan Rohmadi, Ketua Kelompok Tani dari Pedukuhan Ponjong. Sebagai seorang petani muda, keikutsertaan dalam Poktan bisa menjadi wahana yang efektif untuk memberdayakan anggotanya dalam pembangunan pertanian. Manfaat sosial dan ekonomi yang diberikan kelompok tani tidak hanya mempengaruhi anggota kelompoknya tetapi juga masyarakat di desanya.
”Setelah pelatihan, kami akan berusaha agar kelompok tani kami kegiatannya tidak hanya pertemuan untuk arisan saja, tetapi bisa membuat usaha pengadaan sarana produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian maupun pemasarannya,” tegasnya. (ES)